MENYOAL DANA KONTRIBUSI PESERTA UJIAN PROFESI ADVOKAT
07 April 2017
Edit
Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang saat ini terpecah menjadi tiga kubu, menjadi perhatian sejumlah pihak, utamanya oleh pihak akan mengikuti atau yang sudah pernah mengikuti Ujian, khususnya terkait masalah dana kontribusi peserta.
Ujian Profesi yang rata-rata dilaksanakan dua kali dalam satu tahun, baik oleh Peradi Kubu Fauzi Y. Hasibuan, Peradi kubu Juniver Girsang, ataupun Peradi kubu Luhut Pangaribuan, semuanya menarik dana kontribusi peserta, yang nilainya diatas satu juta rupiah per peserta.
Secara umum, pasti bisa dimengerti bahwa dana kontribusi peserta tersebut, jelas untuk membiayai operasional pelaksanaan ujian yang nilainya tentu tidak sedikit.
Menurut Ketua DPC LBH Pilar Keadilan Bangsa (PKB) Kota Makassar, Yusuf Adam Ismail, bagi peserta yang lulus ujian, dana kontribusi tersebut tentu sudah tidak ada artinya. Bahkan kalaupun ada biaya tambahan, pasti akan dipenuhi.
Yang menjadi soal kemudian, katanya adalah, bagi peserta yang tidak lulus, tentu dana kontrbusi yang nilainya diatas satu juta rupiah yang telah disetorkan melalui transfer bank, tentu akan terasa sia-sia, sebab pada saat pelaksanaan ujian, panitia hanya menyiapkan snack dalan dos, yang harganya tidak lebih dari Rp.5000.-
Seperti halnya Ujian Profesi Advokat yamg diselenggarakan oleh salah satu kubu Peradi di Makassar baru-baru ini, yang diikuti lebih dari 300 orang peserta, sekitar 90 orang lebih kemudian dinyatakan tidak lulus.
Artinya, dana kontrbusi dari peserta yang tidak lulus dari satu Kota pelaksanaanya saja, jumlahnya sudah sangat besar, dan ini tentu akan menimbulkan pertanyaan dan kesan, bila dibalik pelaksanaan UPA ada unsur bisnis yang terpendam.
Bagi peserta yang baru sekali ikut lalu tidak lulus, jelas Yusuf Adam Ismail, mungkin masih bisa maklum. Tapi bagaimana dengan peserta yang sudah dua, tiga, bahkan ada yang sudah 6 kali ikut, tapi tidak lulus-lulus juga, tentu saja akan menimbulkan kesan tersendiri.
"Oleh sebab itu, DPN Peradi dari kubu mana saja, mungkin bisa lebih bijak menyikapi persoalan ini, agar para peserta yang sudah berulang-ulang tidak lulus, tidak merasa dirugikan atau diperlakukan tidak adil", pintanya.
Banyak cara dan metode yamg bisa dilakukan, jelas Yusuf. Misalnya, DPN Peradi bisa mengembalikan sebagian atau seluruhnya dana kontrbusi peserta yang tidak lulus, bisa juga pembayaran pertama hanya berupa biaya pendaftaran yang ambil dari nilai kontribusi dan dilunaskan saat dinyatakan lulus, atau pembayaran kontrbusi peserta dilakukan setelah pengumuman kelulusan dikeluarkan, dan ditarik khusus dari peserta yang lulus saja.
"Ini antara lain metode yang lebih bijak dan manusiawi, yang patut untuk dipertimbangkan, atau mungkin juga ada metode lain dari masing-masing DPN Peradi", katamya.(pkm/yais).
Ujian Profesi yang rata-rata dilaksanakan dua kali dalam satu tahun, baik oleh Peradi Kubu Fauzi Y. Hasibuan, Peradi kubu Juniver Girsang, ataupun Peradi kubu Luhut Pangaribuan, semuanya menarik dana kontribusi peserta, yang nilainya diatas satu juta rupiah per peserta.
Secara umum, pasti bisa dimengerti bahwa dana kontribusi peserta tersebut, jelas untuk membiayai operasional pelaksanaan ujian yang nilainya tentu tidak sedikit.
Menurut Ketua DPC LBH Pilar Keadilan Bangsa (PKB) Kota Makassar, Yusuf Adam Ismail, bagi peserta yang lulus ujian, dana kontribusi tersebut tentu sudah tidak ada artinya. Bahkan kalaupun ada biaya tambahan, pasti akan dipenuhi.
Yang menjadi soal kemudian, katanya adalah, bagi peserta yang tidak lulus, tentu dana kontrbusi yang nilainya diatas satu juta rupiah yang telah disetorkan melalui transfer bank, tentu akan terasa sia-sia, sebab pada saat pelaksanaan ujian, panitia hanya menyiapkan snack dalan dos, yang harganya tidak lebih dari Rp.5000.-
Seperti halnya Ujian Profesi Advokat yamg diselenggarakan oleh salah satu kubu Peradi di Makassar baru-baru ini, yang diikuti lebih dari 300 orang peserta, sekitar 90 orang lebih kemudian dinyatakan tidak lulus.
Artinya, dana kontrbusi dari peserta yang tidak lulus dari satu Kota pelaksanaanya saja, jumlahnya sudah sangat besar, dan ini tentu akan menimbulkan pertanyaan dan kesan, bila dibalik pelaksanaan UPA ada unsur bisnis yang terpendam.
Bagi peserta yang baru sekali ikut lalu tidak lulus, jelas Yusuf Adam Ismail, mungkin masih bisa maklum. Tapi bagaimana dengan peserta yang sudah dua, tiga, bahkan ada yang sudah 6 kali ikut, tapi tidak lulus-lulus juga, tentu saja akan menimbulkan kesan tersendiri.
"Oleh sebab itu, DPN Peradi dari kubu mana saja, mungkin bisa lebih bijak menyikapi persoalan ini, agar para peserta yang sudah berulang-ulang tidak lulus, tidak merasa dirugikan atau diperlakukan tidak adil", pintanya.
Banyak cara dan metode yamg bisa dilakukan, jelas Yusuf. Misalnya, DPN Peradi bisa mengembalikan sebagian atau seluruhnya dana kontrbusi peserta yang tidak lulus, bisa juga pembayaran pertama hanya berupa biaya pendaftaran yang ambil dari nilai kontribusi dan dilunaskan saat dinyatakan lulus, atau pembayaran kontrbusi peserta dilakukan setelah pengumuman kelulusan dikeluarkan, dan ditarik khusus dari peserta yang lulus saja.
"Ini antara lain metode yang lebih bijak dan manusiawi, yang patut untuk dipertimbangkan, atau mungkin juga ada metode lain dari masing-masing DPN Peradi", katamya.(pkm/yais).