Refleksi Akhir Masa Jabatan RT/RW Makassar
Dokumen pelantikan massal Ketua RT/RW se Kota Makassar oleh Walikota Danny Pomanto pada 27 Pebruari 2017 lalu di Lapangan Karebosi. |
Akhinya, masa jabatan Ketua RT dan Ketua RW se Kota Makassar pun tiba. Bagi Ketua RT/RW yang terpilih melalui proses Pemilihan Langsung pada 26 Pebruari 2017 lalu, tentu genap 5 tahun menjalankan tangggung jawab mengurusi aneka ragam kepentingan warga. Sementara Ketua RT/RW hasil pemekaran wilayah yang banyak dilakukan di beberapa kelurahan pada pertengahan tahun 2020 lalu, tentu hanya menjabat 1 tahun lebih. Bahkan ada salah satu wilayah pemekaran RT di Kelurahan Biring Romang, Kec.Manggala yang dilaksanakan pada bulan November 2021, tentu Ketua RTnya hanya menjabat 2 bulan kasian. "paccena".
Merefleksi perjalanan 5 tahun atau setahun dua tahun masa pengabdian para Ketua RT/RW di Makassar, mengurusi seribu satu macam kepentingan warga, mulai dari urusan administrasi warga, perselisihan warga, sampai mengurus sampah-sampah warga, tentu tidak akan pernah bisa sebanding dengan nilai intensif yang jadwal penerimaannya pun tidak pernah jelas.
Jabatan Ketua RT/RW dapat dipastikan tidak akan pernah berada pada "zona nyaman". Analoginya, menjadi RT/RW itu hanya "Rugi Tenaga dan Rugi Waktu". Ketua RT/RW hanya akan bergelut dengan keluhan, pengaduan bahkan komplain dan protes dari warga. Hanya keikhlasan saja yang dapat jadi penetral, atau bersikap masa bodoh sekalian. Satu-satunya kebaikan yang melekat dan bisa dirasakan adalah setiap Ketua RT/RW adalah gelar "pak/bu RW" atau "pak/bu RT" dari para warga.
Itu sebabnya, ketika Walikota Makassar Danny Pomanto mengumandangkan agenda "resetting RT/RW" di awal masa jabatannya pada pertengahan tahun 2021 lalu, mayoritas Ketua RT/RW santai saja, tidak ada yang resah apalagi gelisah. Karena diganti, bisa sama artinya dengan kebebasan, lepas dari beban yang tidak jelas.
Kalau saja Walikota Makassar ketika mengagendakan program "resetting RT/RW" melalui prosedur formal yang terstruktur melalui Camat sampai Lurah setempat untuk memilih dan mengganti, meskipun berbau inkonstitusional, namun para RT/RW mungkin akan legowo menerima hasil "resetting" itu.
Cuma saja, karena agenda "resetting" itu melibatkan sebuah "komunitas" yang tak ada korelasinya dengan manajemen pemerintahan kota, lalu mau bertindak seperti "bodyguard executor", maka itulah yang kemudian dicegah tangkal dan dilawan oleh para Ketua RT/RW yang sah, sebab rencana "resetting" tersebut jelas-jelas sangat sarat dengan aroma "balas dendam" terkait pilwali. Itu yang tidak bisa dibiarkan. "numapore kamma".
Bagaimana bisa, ada pihak yang tidak punya kapasitas dan kapabilitas dalam proses konstitusi di tingkat RT/RW, tiba-tiba mau merombak dan mengganti Ketua-Ketua RT/RW yang terpilih secara sah sesuai ketentuan Perda dan Perwali, seenak perutnya. "bajiki".
Dan benar juga, sebab pada akhirnya, para Ketua RT/RW se Kota Makassar, bisa juga tiba dengan selamat di akhir masa pengabdiannya kepada warga pada Pebruari 2022 mendatang tanpa "diresetting".
Selanjutnya terserah Pemangku Kekuasaan, langkah apa yang hendak ditempuh. Tak perlu lagi ada kata "resetting", sebab apapun keputusannya, tidak akan ada keberatan ataupun protes, sebab memang sudah waktunya para Ketua RT/RW meletakkan jabatannya.
Idealnya, jika roda pemerintahan berjalan wajar dan normal, maka Januari 2022 ini seharusnya sudah ada gerakan persiapan untuk menyelenggarakan Pemilihan ulang Ketua RT/RW demi kesinambungan pelayanan warga pada Pebruari bulan depan.
Cuma saja, kalaupun tidak dilakukan, yah sah-sah saja, mana tau ini bisa menjadi jembatan dan kesempatan bagi para 'mahluk asing', untuk menduduki tahta ketua rt/rw sebagai pelaksana tugas tanpa batas waktu.
Isyu terbaru yang ditegaskan langsung oleh Walikota Makassar Danny Pomanto, bahwa RT/RW yang program vaksinasi covid 19 di wilayahnya tidak mencapai 100 persen, akan diganti.
Mengukur peran para Ketua RT/RW yang sudah hampir 5 tahun mengabdi melayani kepentingan warga tanpa pamrih, tentu sangat tidak objektif jika harus ditakar dengan angka persentase pencapaian program vaksinasi warga.
Ketua RT/RW sangat mustahil dan pasti tidak punya kemampuan untuk memaksa warga untuk divaksin, karena ini soal hak azasi manusia. Bahwa berapapun persentasi pencapaiannya, maka disana pasti ada peran RT/RW, diakui atau tidak.
Lalu pertanyaannya, peran apa sudah diperbuat oleh RT/RW yang akan ditunjuk sebagai pengganti, dalam persentasi angka yang sudah dicapai ?
Agaknya memang ini hanyalah seperti kata kiasan sebagai pengganti kalimat "digantiko semua", sebab dapat dipastikan tidak ada satupun wilayah RT di Makassar bahkan di seluruh Indonesia yang pencapaian program vaksinasi warganya bisa mencapai 100 persen. "impossible dan pabballe toli".
Sebenarnya tidak perlu lagi berlindung dibalik kalimat verbalisan yang hanya akan menguras energi dengan sia-sia. Apapun keputusan, itulah yang jadi dan pasti. Maka langsung saja. Pleaceslah, yang penting bisa diterima dan bisa menjaga ritme pelayanan warga apa adanya. Sebab jika warga menolak dan keberatan, bisa jadi masalah baru kawan. (*)
(penulis : muhammad yusuf ismail - pemimpin redaksi media postkota makassar.com)
0 Response to "Refleksi Akhir Masa Jabatan RT/RW Makassar"
Post a Comment